Indonesia dapat menjadi lebih awal untuk mencapai wabah COVID – 19, yang di mana setelah pemerintah mendatangkan perangkat yang dapat mendeteksi berbasis molekuler dari luar negeri, menurut peneliti ITB.
Kementerian BUMN baru saja melakukan impor 20 mesin PCR atau Polymerase Chain Reaction yang memiliki klaim dapat melakukan uji kepada 9.000 sampai 10.000 spesimen di setiap hari nya. Dengan menggunakan alat – alat yang baru ini, pemerintah mempunyai target agar melakukan 300.000 tes dalam sebulan.
Ketua Pusat Permodelan Matematika dan Simulasi ITB yaitu Nuning Nuriani, memperkirakan bahwa dengan melakukan jumlah test yang sebanyak itu, pandemi COVID – 19 yang ada di Indonesia akan mencapai puncak penyebaran pada awal bulan April atau Mei. Tetapi dengan satu syarat yaitu 90 persen masyarakat melakukan isolasi secara mandiri.
“Jika [Pembatasan Sosial Berskala Besar] dimulai 12 April, terus hanya 10% orang yang bergerak, terus pada saat periode infeksi ini PCR dan isolasinya dijalankan dengan baik, itu sebenarnya yang sangat diharapkan. Jadi puncak kasus aktifnya bisa turun lebih cepat, jumlah kematiannya juga lebih sedikit,” ucap Nuning. (sumber bcc.com).
Tetapi target sebanyak 300.000 test per bulan nya mungkin tidak akan segera tercapai dan cepat dilakukan, kata Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekul Eijkman bidang Penelitian Fundamental Herawati Sudoyo. Dia membeeri penjelasan bahwa, aktivitas yang akan dilakukan membutuhkan waktu guna meningkatkan fasilitas pada laboratorium dan melatih para SDM di tingkat provinsi.
Memperbanyak tes
Arya Sinulingga selaku Staf Khusus Menteri BUMN, mengucapkan bahwa pemerintah sudah mendatangkan dua mesin MagnaPure 96 yang dapat melakukan tes sebanyak 1.000 tes per hari nya dan 18 LightCycler PCR detector dengan kapasitas 500 tes per hari.
Mesin – mesin yang berasal dari Swiss itu diklaim dapat melakukan uji sebanyak 9.000 sampai 10.000 spesimen di setiap hari nya, dan pemerintah mentargetkan 30.000 tes di dalam sebulan.
“Dengan alat ini kita harapkan Indonesia semakin bisa mendata berapa banyak orang yang terkena [virus] corona, sehingga antisipasi kita untuk menghadapi [virus] corona akan semakin baik,” ucap Arya pada konferensi per yang di selenggarakan secara daring hari Rabu (08 / 04) (sumber bcc.com).
Pemerintah Indonesia yang selama ini kritik dengan alasan kurang nya jumlah tes. Per Rabu (08 / 04), Indonesia sudah melakukan tes sebanyak 14.571 spesimen, menurut data Kementerian Kesehatan. Tetapi angka tersebut masih dianggap kecil bila di bandingkan dengan populasi yang berada di Indonesia yang jumlah nya lebih dari 200 juta jiwa.
Kemudian, bila dibanding kan dengan negara Malaysia sudah melakukan 1.717 tes per satu juta orang, di Singapura 11.110 ter per satu juta orang, di Brunei Darussalam 20.218 tes per satu juta orang, dan di Thailand 359 tes per satu juta orang nya.
Harus di barengi denga isolasi
Menurut Nuning Nuraini, dengan bertambah nya jumlah tes, maka semakin cepat kasus positif dapat di temukan dan di isolasi. “Artinya puncak kasus aktifnya itu bisa sangat tinggi tapi karena ditesnya lebih cepat, maka lebih dini dideteksi.” (sumber.bcc).
Perempuan yang juga sebagai ketua dari tim simulasi dan permodelan COVID – 19 Indonesia atau SimcovID menegaskan bahwa peningkatan jumlah tes harus di barengi dengan isolasi.