Seorang guru yang bernama Nur Fadli yang mengajar di sekolah SMPN 1 Sukorambi, menjadi seorang guru honorer selama 18 tahun lama nya. Nur Fadli menjadi seorang guru saat tahun 2018, dia di angkat sebagai guru yang sebagai status pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Tidak sama seperti guru – guru pada umum nya, Nur Fadli membangun sekolah sejumlah sepuluh untuk anak – anak yang tidak berkcukupan di daerah pedalaman yang sulit di jangkau dari tahun 2004 yang lalu.
Sekolah yang didirikan nya itu tersebar di beberapa titik seperti, Desa Kemiri, Kecamatan Panti, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Patrang, Dan Kecamatan Sukorambi, lokasi – lokasi tersebut ada ada di daerah kaki pegunungan Argopuro. Di daerah – daerah tersebut, tidak sedikit orangtua nya yang berkerja sebagai buruh tani, menjadi kuli bangunan, ada juga yang bekerja nya sampai merantau ke Bali hingga luar negeri.
Nur Fadli mengatakan, “Saya prihatin melihat banyak anak-anak yang putus sekolah saat itu,” *. Guru honorer ini lahir pada tanggal 11 Desember 1980 yang tinggal di Dusun Manggis, Desa Sukorambi. Hati nya tergerak melakukan aktivitas yang berhati emas ini karena dia tidak bisa diam saja, dengan hanya melihat anak – anak yang tidak mengenyam pendidikan.
Melihat dari pengalaman Nur Fadli sendiri, yang dulu saat ingin mengenyam pendidikan harus banting tulang terlebih dahulu, bekerja sebagai pemulung agar dapat membiayai sekolah nya sendiri. Dia menjadi seorang di daerah sekitar rumah nya di tahun 2000, saat sudah selesai mengenyam pendidikan di Universitas Islam Jember.
Karena banyak hal yang sudah dilalui nya saat menjadi seorang guru, membuat diri nya menjadi tergerak agar bisa membantu pendidikan anak – anak yang ada di desanya. Kurang nya pendidikan yang berada di desanya ini, membuat sebagian orang – orang yang berada di desa itu menikah di usianya yang masih tergolong muda. Hambatan yang di alami tentu nya dari masalah biaya yang tidak mereka miliki untuk sekolah.
Pada tahun 2004, Nur fadli mencoba mendirikan lembaga pendidikan di daerah pedalaman dan mencoba dengan sekolah dasar di Bintoro. Pada saat itu, sekolah nya adalah madrasah diniyah. Kala itu anak – anak tidak bersekolah di tingkat SD, karena sekolah nya mempunyai lokasi yang jauh kira – kira empat kilometer. Selain itu mereka harus melalui daerah perkebunan agar bisa tiba di sekolah itu, dan harus berjalan kaki, sehingga banyak dari mereka yang memutuskan untuk tidak bersekolah.
Untuk membangun sebuah sekolah itu tidak mudah, karena Nur Fadli saat itu mendapatkan penolakan dari masyarakat yang berada di situ. Yang takut dengan biaya yang di harus dikeluarkan untuk mengenyam ilmu di situ. Perlahan namun pasti, Nur Fadli dapat persetujuan dari orang tua murid – murid. Setelah itu, dia mendirikan sekolah tersebut sampai jadilah sekolah tersebut dan diberi nama SDN Bintoro V hingga sekarang.
Tidak berhenti disitu, dia juga membuat lembaga MTs Asy syukuriah di tahun 2004 Bintoro, karena di daerah tersebut juga sama banyak yang tidak bersekolah. Nur Fadli mengatakan bahwa, “Butuh tiga tahun meyakinkan warga sekitar, apalagi saya orang baru,” *. Pembuatan lembaga ini dilakukan bersama – sama. Langkahnya yang tidak berhenti disitu, lanjut meningkat tingak pendidikan yang berada di daerah pedalaman yang tidak terkena lembaga pendidikan.