Pandemi corona ini yang makin hari semakin menjadi, bahkan sudah berangsur – angsur berapa bulan tetapi tidak ada penurunan dari pasien dan jumlah korban yang meninggal. Membuat pemerintah sangat memutar otak untuk mengatasi COVID – 19 ini. Menurut Devie Rahmawati selaku Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia yang menjelas kan tentang seseorang yang tidak yakin dengan ada nya wabah COVID – 19 ini. Karena para masyarakat akan lebih yakin dengan sebuah penyakit atau wabah yang sedang menyerang, yang menunjuk kan gejala nya secara nyata atau yang dapat di lihat langsung oleh mata, contoh nya seperti penyakit cacar.
Iksaka Banu seorang penulis kisah sejarah yang menutur kan bahwa pada tahun 1644 terdapat penyakit menular yang menyerang masyarakat di Indonesia, penyakit itu bernama virus variola. Karena ketika itu teknologi nya masih seada nya membuat virus yang menyebar itu tidak memiliki penangkal nya atau disebut vaksin. Sehingga virus variola atau yang di kenal dengan sebutan cacar ini mengambil nyawa masyarakat. Awal mula nya, masyarakat mengira bahwa cacar yang merupakan sebuah penyakit itu adalah kutukan yang diturun kan dari roh halus. Tetapi pada saat itu masyarakat tetap percaya dengan virus yang menyebar itu dikarena kan mereka dapat melihat gejala nya secara langsung.
“Sebagian warga tidak percaya Covid-19 soalnya mereka tahunya, yang namanya penyakit itu nampak. Bisa dilihat oleh mata gejalanya. Cacar misalnya. Keduanya sama-sama dari virus, menular, dan mematikan, tapi bedanya kalau cacar kan kelihatan di kulit,” * kata Devie, Jumat (4/9/2020).
Selain itu, faktor yang mendukung masyarakat menjadi tidak yakin dengan keberadaan COVID – 19 ini adalah ada nya kabar hoaks yang menyebar di masyarakat. Ada juga yang menjadi pendukung lain nya yaitu perdebatan teori COVID – 19 yang menyebar di masyarakat, yang padahal belum tentu kabar itu benar ada nya. Maka dari itu masyarakat sebaik nya lebih berhati – hati dalam membaca dan mempercayai suatu berita yang beredar, karena bila tidak ada bukti dan keterangan yang valid berita tersebut di ragukan ada nya. Berita hoax ini dapat menimpa siapa saja, hingga ke orang yang berpendidikan sekali pun.
Pada tanggal 5 Agustus, ada laporan yang menyampaikan tentang kasus hoaks mencapai 1.000 terkait COVID – 19, dan juga sudah menyebar ke 2.000 platform digital ini menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemekominfo).
Selain itu Guru Besar FISIP UI menutur kan, bahwa masyarakat kalangan bahwa tidak yakin dengan ada nya keberadaan COVID – 19, karena itu tidak ada nya gejala yang memang Nampak dan terlihat langsung oleh mata.
Hadirnya obat COVID – 19
Hadi Pranoto membeber kan kepada masyarakat luas bahwa obat dari COVID – 19 ini sudah ada. Dia yang menganggap diri nya adalah seorang professor mikrobiologi yang mengungkap kan bahwa dia sudah membuat sebuah obat herbal yang dapat menghilang kan dan mencegah corona.
“Ya, obat untuk Covid-19. Bisa menyembuhkan dan bisa mencegahkan. Kalau vaksin itu disuntikkan, tapi kalau ini diminum,” * ungkap Hadi Pranoto.
Setelah ungkapan Hadi kepada publik ini membuat pihak – pihak dari kesehatan dan pengawas obat banyak yang melurus kan kabar ini.
“Dalam hal ini, kita harus merujuk kepada Badan POM sebagai pemegang otoritas,” * ucap Daeng.
Karena untuk mengeluar kan sebuah obat itu melewati proses pengembangan yang tidak sebentar, banyak sekali tahapan – tahapan yang harus di lewati dan itu tidak semudah itu.